Powered by Blogger.
RSS

Pergilah. Hilang. Lenyap.



Hai, izinkanlah aku mengurai sedikit cerita tentang kita.

Apa kabar? Bagaimana kehidupanmu, baik? Kuharap. Rasanya lebih baik begitu, melegakan mendapati kehidupanmu baik-baik saja. Sekalipun tanpa aku di dalamnya.

Tak pernah aku membayangkan kalau setelah sejauh ini aku akan kembali berjumpa denganmu. Ada binar yang memang tak dapat kusembunyikan di mataku. Badai rindu yang membuncah perlahan menenang menyadari bahwa kini kamu nyata ada di hadapanku. Tak lagi semu, bagai khayalan-khayalan pagiku yang sempat menyiksa beberapa waktu lalu.


Salahkah aku berada di tempat yang sama denganmu? Menghirup udara yang sama. Bahkan aku mampu menghidu aroma parfum yang telah bercampur dengan peluhmu. Dapatkah kamu mengatakan bahwa ini salah? Bahwa seharusnya aku tak berdiri tegak di hadapanmu. Kalaulah ini bukan suatu kesalahan, mengapa ada beribu-ribu beton yang sepertinya tak henti menusuki jantungku?

Seulas senyum yang selalu kamu hidangkan untukmu. Senyum yang sama di saat kita pertama bertemu. Senyum yang sama pula saat kamu meninggalkanku. Bisakah aku tidak jatuh cinta pada senyuman itu? Lagi dan lagi.

Di pertemuan kita setelah sekian lama. Perlahan badai rindu yang menyesakkan dada tergantikan oleh ribuan tusukan beton pada jantungku. Perih dan nyeri melawan cinta yang tak terbendung.

Di hari kamu memutuskan untuk pergi, seulas senyum itu masih tercetak sempurna di tempatnya. “Aku cinta kamu, tapi aku nggak bisa. Aku nggak mau bikin kamu terluka”, katamu sesaat sebelum lenyap. Meninggalkanku seorang diri. Air mata tak ubahnya tsunami saat itu, meluluh-lantahkan diriku.

Dapatkah kamu menjelaskannya sekarang? Karena sepertinya mahzab kita tentang cinta tidaklah sama. Aku tak pernah mengenal kata “tapi” untuk sebuah cinta, sebelum akhirnya kamu menamparku keras dengan peryataanmu. Dan lagi, bukankah cinta itu satu paket dengan luka? Mustahil rasanya mencinta tanpa berani terluka. Tapi katamu, entah mahzab apa yang kamu jadikan panduan. Aku tak mampu untuk sekedar mengerti.

Butuh waktu yang tidak sebentar untuk dapat berdamai dengan kenyataan. Menerima bahwa kamu sudah terlalu jauh melangkah meninggalkanku. Tak terhitung berapa banyak pagi yang kutempuh dengan pesakitan oleh khayalan-khayalan gila tentangmu. Pun air mata, entah berapa kali aku harus memaksa mataku untuk dapat terus mengeluarkan airnya, menangisimu.

Lama waktu membiasakanku tanpa sosokmu. Hingga akhirnya aku dapat lagi berdiri tegak menatap dunia. Aku tak akan mengatakan seberapa berat perjuanganku. Karena harusnya kamu tahu. Untuk seseorang yang dengan mudah meninggalkan luka, hafal betul seberapa perjuangan untuk dapat menyembuhkan luka tersebut, bukan?

Hingga akhirnya aku merasa ada yang salah, berdiri tepat di hadapanmu. Menghidu pekatnya parfum bercampur aroma tubuhmu. Perlahan tapi pasti, luka itu kembali datang. Menusuki jantungku.

Bolehkah aku meminta satu hal darimu? Satu saja. Ku mohon. Kembalilah menghilang, lenyap. Sungguh aku masih ingin sedikit berlama denganmu. Sekedar memandangmu. Menghirup aroma tubuhmu banyak-banyak. Mengobati rindu yang telah beranak pinak.

Tapi, tetap saja. Lebih baik kita tidak saling bertemu lagi. Tidaklah mudah bagiku untuk membangun benteng pertahanan ini. Membuang semua khayalan gila tentangmu. Meredamkan rasa yang seringkali menguasai seluruh jantungku.

Pergilah, menghilang, lenyap. Ku mohon. Jika kita hanya akan terus seperti ini tanpa pernah bisa bersama, ku mohon, pergilah. Sepertinya aku mulai belajar tentang mahzab cinta yang kamu percaya. Benar katamu, kamu dapat saja membuatku terluka. Hanya dengan seperti ini, melihatmu dari dekat tanpa dapat memilikimu. Meradang di sisimu, aku sudah cukup untuk terluka. Jadi, pergilah saja.

Tahukah kamu? Betapa aku membenci nasibku ini. Yang harus berkali-kali jatuh dan terluka pada pemilik senyum nan menawan sepertimu. Kamu yang selalu kembali datang di saat aku mulai dapat berdiri tegak, menjatuhkanku tanpa menangkapnya. Lagi. Maka, selama kewarasanku ini masih dapat kuandalkan, aku mohon, kembalilah pergi. Mungkin ada baiknya kita mencari kebahagiaan kita masing-masing. Pergilah. Hilang. Lenyap.


Kamis, 12 Februari 2015
2:55 pm

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

3 komentar:

Bukan Blog Biasa said...

Sepergi-perginya, tak lekang dari ingatan :)

Marlina said...

namanya 'cerita' ya pasti bakal selalu keinget, tp paling nggak, dengan nggak terus-terusan ngelihat bisa ngasih kesempatan buat tercipta ingatan tentang 'cerita' baru :)

Unknown said...

selalu suka sama tulisanmu, mbak mar. :)))

Post a Comment