Hai,
izinkanlah aku mengurai sedikit cerita tentang kita.
Apa
kabar? Bagaimana kehidupanmu, baik? Kuharap. Rasanya lebih baik begitu,
melegakan mendapati kehidupanmu baik-baik saja. Sekalipun tanpa aku di
dalamnya.
Tak
pernah aku membayangkan kalau setelah sejauh ini aku akan kembali berjumpa
denganmu. Ada binar yang memang tak dapat kusembunyikan di mataku. Badai rindu
yang membuncah perlahan menenang menyadari bahwa kini kamu nyata ada di
hadapanku. Tak lagi semu, bagai khayalan-khayalan pagiku yang sempat menyiksa
beberapa waktu lalu.
Salahkah
aku berada di tempat yang sama denganmu? Menghirup udara yang sama. Bahkan aku
mampu menghidu aroma parfum yang telah bercampur dengan peluhmu. Dapatkah kamu
mengatakan bahwa ini salah? Bahwa seharusnya aku tak berdiri tegak di
hadapanmu. Kalaulah ini bukan suatu kesalahan, mengapa ada beribu-ribu beton
yang sepertinya tak henti menusuki jantungku?
Seulas
senyum yang selalu kamu hidangkan untukmu. Senyum yang sama di saat kita
pertama bertemu. Senyum yang sama pula saat kamu meninggalkanku. Bisakah aku
tidak jatuh cinta pada senyuman itu? Lagi dan lagi.
Di
pertemuan kita setelah sekian lama. Perlahan badai rindu yang menyesakkan dada
tergantikan oleh ribuan tusukan beton pada jantungku. Perih dan nyeri melawan
cinta yang tak terbendung.
Di
hari kamu memutuskan untuk pergi, seulas senyum itu masih tercetak sempurna di
tempatnya. “Aku cinta kamu, tapi aku nggak bisa. Aku nggak mau bikin kamu
terluka”, katamu sesaat sebelum lenyap. Meninggalkanku seorang diri. Air mata
tak ubahnya tsunami saat itu, meluluh-lantahkan diriku.
Dapatkah
kamu menjelaskannya sekarang? Karena sepertinya mahzab kita tentang cinta
tidaklah sama. Aku tak pernah mengenal kata “tapi” untuk sebuah cinta, sebelum
akhirnya kamu menamparku keras dengan peryataanmu. Dan lagi, bukankah cinta itu
satu paket dengan luka? Mustahil rasanya mencinta tanpa berani terluka. Tapi
katamu, entah mahzab apa yang kamu jadikan panduan. Aku tak mampu untuk sekedar
mengerti.
Butuh
waktu yang tidak sebentar untuk dapat berdamai dengan kenyataan.
Menerima bahwa kamu sudah terlalu jauh melangkah meninggalkanku. Tak terhitung
berapa banyak pagi yang kutempuh dengan pesakitan oleh khayalan-khayalan gila
tentangmu. Pun air mata, entah berapa kali aku harus memaksa mataku untuk dapat terus
mengeluarkan airnya, menangisimu.
Lama
waktu membiasakanku tanpa sosokmu. Hingga akhirnya aku dapat lagi berdiri tegak
menatap dunia. Aku tak akan mengatakan seberapa berat perjuanganku. Karena
harusnya kamu tahu. Untuk seseorang yang dengan mudah meninggalkan luka, hafal
betul seberapa perjuangan untuk dapat menyembuhkan luka tersebut, bukan?
Hingga
akhirnya aku merasa ada yang salah, berdiri tepat di hadapanmu. Menghidu
pekatnya parfum bercampur aroma tubuhmu. Perlahan tapi pasti, luka itu kembali
datang. Menusuki jantungku.
Bolehkah
aku meminta satu hal darimu? Satu saja. Ku mohon. Kembalilah menghilang,
lenyap. Sungguh aku masih ingin sedikit berlama denganmu. Sekedar memandangmu.
Menghirup aroma tubuhmu banyak-banyak. Mengobati rindu yang telah beranak
pinak.
Tapi,
tetap saja. Lebih baik kita tidak saling bertemu lagi. Tidaklah mudah bagiku
untuk membangun benteng pertahanan ini. Membuang semua khayalan gila tentangmu.
Meredamkan rasa yang seringkali menguasai seluruh jantungku.
Pergilah,
menghilang, lenyap. Ku mohon. Jika kita hanya akan terus seperti ini tanpa
pernah bisa bersama, ku mohon, pergilah. Sepertinya aku mulai belajar tentang
mahzab cinta yang kamu percaya. Benar katamu, kamu dapat saja membuatku terluka.
Hanya dengan seperti ini, melihatmu dari dekat tanpa dapat memilikimu. Meradang
di sisimu, aku sudah cukup untuk terluka. Jadi, pergilah saja.
Tahukah
kamu? Betapa aku membenci nasibku ini. Yang harus berkali-kali jatuh dan
terluka pada pemilik senyum nan menawan sepertimu. Kamu yang selalu kembali
datang di saat aku mulai dapat berdiri tegak, menjatuhkanku tanpa menangkapnya.
Lagi. Maka, selama kewarasanku ini masih dapat kuandalkan, aku mohon,
kembalilah pergi. Mungkin ada baiknya kita mencari kebahagiaan kita
masing-masing. Pergilah. Hilang. Lenyap.
2:55 pm
3 komentar:
Sepergi-perginya, tak lekang dari ingatan :)
namanya 'cerita' ya pasti bakal selalu keinget, tp paling nggak, dengan nggak terus-terusan ngelihat bisa ngasih kesempatan buat tercipta ingatan tentang 'cerita' baru :)
selalu suka sama tulisanmu, mbak mar. :)))
Post a Comment