Teruntuk,
Kamu yang rindunya adalah kepastianku.
Hai,
apa kabar?
Tidakkah
kamu merindukan aku? Bukan, maksudku, masihkah kamu mengingatku? Ah, iya..
cukup lama memang kita tidak saling bertemu, bertukar kabar, saling perhatian,
dan berbagi keceriaan, seperti… dulu.
Aku
ulangi, apa kabar? Semoga kesehatan dan kebahagiaan selalu membersamaimu.
Nyatanya,
inilah satu-satunya kesemogaan yang masih berani aku semogakan untukmu.
Berkerutkah
keningmu membaca suratku ini? Betapa aku ingin mengelus dan mengusap kerutan yang
selalu muncul di keningmu tiap kali kebingungan melanda. Iya.. maaf.
Entah
apa yang membawaku menuliskan ini padamu. Hanya saja, aku senang menuliskan
tentangmu dan untukmu. Kamu tahu betul, bukan, kebiasaanku lima tahun terakhir?